Diburu Penggemar Terkenal Sampai Luar Negeri
Senin, 15 Agustus 2016
0
Komentar
Bagi pencinta senapan angin, toko-toko senapan yang berada di lantai
dua Pasar Johar pasti tidak asing. Toko-toko yang jumlahnya tidak sampai
belasan itu menjadi rujukan bagi pehobi senapan angin yang banyak
digunakan untuk berburu binatang kecil tersebut.
Satu di antara deretan toko itu adalah JSN. Toko dengan luas 3×3 meter itu menjadi distributor, penyalur, dan servis senapan. Toko ini merupakan salah satu yang tertua. Didirikan oleh H Achmad Sumarsana pada 1975, kemudian dikelola H Machrur yang tak lain adalah sang anak.
Menurut Machrur (46), awalnya toko tidak langsung menjual senapan. Sang ayah, kata dia, lebih dulu menjajakan barang-barang seperti sapu tangan kain, kaus kaki, radio, jam tangan, mainan anak-anak, dan alat olahraga. Hingga akhirnya toko beralih menjual senapan angin seperti sekarang. Jam tangan masih terlihat dijual di toko tersebut.
Senapan yang dijual hanya kaliber 4,5 buatan Indonesia, seperti Sharp Ace, Innova, Tiger, Machwell, Shapto, New Dragon Panther, Classic, Steven, Bramasta, Seridan, Niko, Speed, dan Benyamin. Machwell merupakan merek senapan yang ia buat sendiri.
”Sesuai dengan cita-cita ayah, saya harus bisa membuat merek sendiri. Karena itu saya kemudian membuat senapan dengan merek Machwell. Senapan ini menggabungkan kelebihan-kelebihan senapan merek lain menjadi satu. Respons pembeli cukup bagus,” kata Machrur yang membanderol senapannya itu Rp 685 ribu.
Berburu Tikus
Sebelum tahun 2000, penjualan senapan angin cukup ramai. Ia menceritakan ketika itu banyak petani dari Semarang dan sekitarnya yang membeli senapan untuk berburu tikus perusak padi. Akan tetapi, setelah tahun 2000, dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu petani yang membeli senapan jumlahnya menurun.
Sekarang, senapan banyak dibeli oleh pehobi dan komunitas. Para pemancing ikan, katanya, juga banyak beralih menggunakan senjata untuk menangkap ikan, ketimbang memakai pancing. Para pehobi berburu binatang kecil seperti burung dan tupai juga masih membeli. Begitu pula komunitas tembak seperti Perbakin beberapa kali menyambangi tokonya.
”Munculnya komunitas-komunitas baru juga turut mendongkrak penjualan. Meski begitu, penjualan tidak sebagus sebelum tahun 2000-an,” kata Machrur. Untuk memasok senapan, dia berhubungan langsung dengan pabrik-pabrik senapan lokal seperti Cipacing di Bandung, Kediri, Tulungagung, dan Lamongan. Daerah-daerah tersebut memang dikenal sebagai perajin senapan dengan kualitas bagus.
Untuk menjaga pelanggan, dia selalu berinovasi. Selain membuat senjata sendiri dengan merek Machwell, dia selalu memasok senapan sesuai selera konsumen. ”Merek-merek lokal sekarang pun permintaannya banyak. Bahkan sampai ke luar negeri. Orang Taiwan yang membawa rempah-rempah seperti gula kadang turun di Semarang dan belanja senapan,” katanya.
Pemilik senapan angin kaliber 4,5 memang tidak perlu izin dari kepolisian. Tetapi menurutnya, pemilik tetap disarankan memiliki izin sebagai bentuk tanggung jawab penggunaan. (Nurul Muttaqin-69)
(/)
Sumber : suaramerdeka.com, 21 Februari 2013
Satu di antara deretan toko itu adalah JSN. Toko dengan luas 3×3 meter itu menjadi distributor, penyalur, dan servis senapan. Toko ini merupakan salah satu yang tertua. Didirikan oleh H Achmad Sumarsana pada 1975, kemudian dikelola H Machrur yang tak lain adalah sang anak.
Menurut Machrur (46), awalnya toko tidak langsung menjual senapan. Sang ayah, kata dia, lebih dulu menjajakan barang-barang seperti sapu tangan kain, kaus kaki, radio, jam tangan, mainan anak-anak, dan alat olahraga. Hingga akhirnya toko beralih menjual senapan angin seperti sekarang. Jam tangan masih terlihat dijual di toko tersebut.
Senapan yang dijual hanya kaliber 4,5 buatan Indonesia, seperti Sharp Ace, Innova, Tiger, Machwell, Shapto, New Dragon Panther, Classic, Steven, Bramasta, Seridan, Niko, Speed, dan Benyamin. Machwell merupakan merek senapan yang ia buat sendiri.
”Sesuai dengan cita-cita ayah, saya harus bisa membuat merek sendiri. Karena itu saya kemudian membuat senapan dengan merek Machwell. Senapan ini menggabungkan kelebihan-kelebihan senapan merek lain menjadi satu. Respons pembeli cukup bagus,” kata Machrur yang membanderol senapannya itu Rp 685 ribu.
Berburu Tikus
Sebelum tahun 2000, penjualan senapan angin cukup ramai. Ia menceritakan ketika itu banyak petani dari Semarang dan sekitarnya yang membeli senapan untuk berburu tikus perusak padi. Akan tetapi, setelah tahun 2000, dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu petani yang membeli senapan jumlahnya menurun.
Sekarang, senapan banyak dibeli oleh pehobi dan komunitas. Para pemancing ikan, katanya, juga banyak beralih menggunakan senjata untuk menangkap ikan, ketimbang memakai pancing. Para pehobi berburu binatang kecil seperti burung dan tupai juga masih membeli. Begitu pula komunitas tembak seperti Perbakin beberapa kali menyambangi tokonya.
”Munculnya komunitas-komunitas baru juga turut mendongkrak penjualan. Meski begitu, penjualan tidak sebagus sebelum tahun 2000-an,” kata Machrur. Untuk memasok senapan, dia berhubungan langsung dengan pabrik-pabrik senapan lokal seperti Cipacing di Bandung, Kediri, Tulungagung, dan Lamongan. Daerah-daerah tersebut memang dikenal sebagai perajin senapan dengan kualitas bagus.
Untuk menjaga pelanggan, dia selalu berinovasi. Selain membuat senjata sendiri dengan merek Machwell, dia selalu memasok senapan sesuai selera konsumen. ”Merek-merek lokal sekarang pun permintaannya banyak. Bahkan sampai ke luar negeri. Orang Taiwan yang membawa rempah-rempah seperti gula kadang turun di Semarang dan belanja senapan,” katanya.
Pemilik senapan angin kaliber 4,5 memang tidak perlu izin dari kepolisian. Tetapi menurutnya, pemilik tetap disarankan memiliki izin sebagai bentuk tanggung jawab penggunaan. (Nurul Muttaqin-69)
(/)
Sumber : suaramerdeka.com, 21 Februari 2013
0 Komentar:
Posting Komentar